Di Rantau

Hidup ini memang sulit ditebak.

Saya yang dulu bermimpi menjadi seorang dokter dan ternyata terjebak di dunia pendidikan, justru belajar pediatri dan anatomi fisiologi genetika di semester ketiga ini.

Abi, yang 10 tahun ini tidak pernah berpisah dengan ummi dalam waktu yg lama, kini sedang bertahan sendiri di perantauan.

Ummi, yang saya pikir dulu tidak akan pernah menyentuh elektronik ternyata sekarang aktif di Line dan WA.

Tiga adik kecil yang kerap bertengkar tempo hari sampai lari-larian ke kamar mandi, sekarang tengah bersekolah di pesantren ketiganya.

Dan bungsu, yang saya ingat persisi perjuangan ummi melahirkannya, tengah duduk di depan laptop melihat video Angry Bird, setelah lelah membaca dan tertidur sebelum saya datang.

Dunia ini, terlalu sulit untuk ditebak. Dan manusia, selamanya tidak akan pernah berharap kesengsaraan datang menimpanya. Sayang, terkadang sengsara itu sendiri hanya bentuk dari ketidakbersyukuran kita terhadap sesuatu. Tempat tinggal, rezeki, studi, pasangan, anak, dosen, teman, dan lainnya.

Saya merenungi banyak hal yang terjadi dalam keluarga kami beberapa bulan terakhir. Di luar semua itu, tentunya saya tidak pernah benar-benar ikut campur dan paham terhadap keadaan sebenarnya. Pendengar, pengamat, dan peneliti murahan saja saya. Dan semua itu hanya untuk pelajaran diri saya pribadi.

Kadang saya ingin, betapa sebelum semua masalah menjadi lebih besar, setiap orang berusaha berpikir mengapa masalah itu terjadi. Wlaau pada akhirnya, mencari alasan mengapa semua itu terjadi tidak menjadikan masalah itu selesai.

Ada banyak hal yang terjadi dan saya hanya ingin kita, saya tentunya, lebih belajar dari banyak kesalahan yang pernah ada, yang pernah kita perbuat.

Rantau, pulang kampung dengan cerita baru.

Leave a comment